Indikator Kinerja Pelabuhan

Berikut akan dibahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pelabuhan beserta alternatif menurut pendapat penulis dalam memperpendek waktu yang dibutuhkan dalam menjalani bongkar muat di pelabuhan

1. SERVICE TIME
Waiting Time (WT)
adalah waktu tunggu kapal sejak pengajuan permohonan tambat setelah kapal tiba di lokasi labuh guna melakukan kegiatan bongkar dan muat barang di suatu Pelabuhan sampai kapal digerakkan menuju tambatan,
Approach Time (AT)
adalah jumlah waktu terpakai untuk kapal bergerak dari lokasi labuh sampai ikat tali di tambatan atau sebaliknya. Dapat pula didefinisikan sebagai waktu pemanduan kapal dari tempat kapal berlabuh sampai merapat di dermaga atau sebaliknya
Postpone Time (PT)
waktu tertunda yang tidak bermanfaat selama kapal berada di perairan pelabuhan antara lokasi lego jangkar sebelum / sesudah melakukan kegiatan yang dinyatakan dalam satuan jam
Not Operation Time (NOT)
adalah waktu jeda, waktu berhenti yang direncanakan selama kapal di pelabuhan
Idle time
adalah waktu tidak efektif atau tidak produktif atau terbuang selama kapal berada di tambatan disebabkan pengaruh cuaca dan peralatan bongkar muat yang rusak
• Effective Time
adalah waktu yang benar-benar digunakan untuk melakukan bongkar muat selama kapal berada di dermaga.
Berth Time (BT)
adalah jumlah jam sejak kapal ikat tali sampai lepas tali di tambatan.
Berth Working Time (BWT)
adalah jumlah jam kerja bongkar muat yang tersedia selama kapal berada di tambatan. Jumlah jam kerja tiap hari untuk tiap kapal berpedoman pada jumlah jam yang tertinggi kerja gang buruh tiap gilir kerja (shift) tersebut tidak termasuk waktu istirahat
Turn around Time (TRT)
adalah waktu kedatangan kapal berlabuh jangkar di dermaga serta waktu keberangkatan kapal setelah melakukan kegiatan bongkar muat barang kapal
Gambar 1. Ilustrasi Service Time di pelabuham



Bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi waktu service tersebut?
Service Indicator terdiri dari dua komponen yakni Waktu Menunggu (Waiting Time Gross/WTG) dan Waktu Pelayanan (Service Time). WTG terdiri dari WT + PT sedangkan Waktu Pelayanan terdiri dari AT + BT, di mana BT sendiri terdiri dari IT + ET/OT + NOT.
Untuk mengurangi WTG, dapat dilakukan optimalisasi jumlah Tug/Pilot guna menghindari bottleneck kapal-kapal di terminal pelabuhan dalam menunggu jasa pandu. Jumlah Tug/Pilot tidak boleh sedikit karena akan mengakibatkan antrian kapal di roadstead, namun tidak boleh berlebih karena akan memakan biaya yang besar tanpa mengurangi waktu secara signifikan. (Shahpanah et al., 2014). Penambahan jumlah berth, digitalisasi serta pengintegrasian sistem administrasi untuk dokumen dan cukai juga berperan untuk mengurangi WTG.

Namun WTG bukanlah variabel independen. Meski jumlah kapal pandu, berth, dan administrasi sudah optimal, bila Waktu Pelayanan di terminal tersebut terhambat, maka akan menimbulkan kongesti yang menyebabkan kenaikan signifikan pada WTG.
Dalam mengurangi Waktu Pelayanan ada dua komponen yang perlu diperhatikan yakni BT dan AT. Adanya peningkatan kualitas dan kuantitas crane untuk menaikkan tingkat Gross Crane Productivity (GCP), otomatisasi sistem pelabuhan, serta manajemen pola pengaturan bongkar-muat yang efektif dapat berimbas pada penurunan BT.

2. OUTPUT
• Definisi: T/S/H (Ton/Ship/Hour) Adalah jumlah ton barang yang dibongkar/muat per kapal dalam 1 (satu) jam selama kapal bertambat. (Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut nomor HK103/2/2/DJPL-17 tentang Pedoman Perhitungan Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan, 2017)

Bagaimana untuk meningkatkan besaran outputnya?
Karena T/S/H berbanding lurus dengan jumlah barang yang dibongkar-muat, maka untuk memperbesar jumlah output dapat dilakukan dengan memfokuskan pelayanan terhadap kapal berukuran besar. Jika ukuran vessel lebih besar maka jumlah barang yang diangkut pun akan lebih banyak sehingga kuantitas barang untuk dibongkar/dimuat pun akan lebih besar.
Namun, T/S/H tidak hanya terdiri dari satu komponen saja. Komponen lainnya yaitu BT berbanding terbalik dengan T/S/H. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menurunkan BT akan mengakibatkan kenaikan pada T/S/H. Untuk menurunkan BT sendiri bisa dilakukan cara-cara seperti yang sudah disebutkan di nomor 1.

3. UTILISASI
• BOR (Berth Occupancy Ratio) adalah perbandingan antara waktu penggunaan dermaga dengan waktu yang tersedia (dermaga siap operasi).
• Yard Occupancy Ratio (YOR) atau tingkat penggunaan lapangan penumpukan adalah perbandingan antara jumlah penggunaan lapangan penumpukan dengan lapangan penumpukan yang tersedia (siap operasi) yang dihitung dalam satuan ton/hari atau m³/hari.
• Shed Occupancy Ratio (SOR) atau tingkat penggunaan gudang adalah perbandingan antara jumlah penggunaan ruang penumpukan dengan ruang penumpukan yang tersedia yang dihitung dalam satuan ton/hari atau m³/hari.

Apa yang terjadi kalau BOR,YOR,DAN SOR nya tinggi?
SOR yang tinggi menandakan penuhnya kapasitas gudang pelabuhan. Hal ini mengakibatkan container tidak bisa dimuat di storage sehingga terjadi penumpukan container di lapangan penumpukan. Apabila penumpukan ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan tingkat YOR tinggi dan dapat menganggu kinerja operasional lapangan. Lapangan penumpukan yang penuh dapat pula mengakibatkan dermaga tidak bisa ditempati sehingga menaikkan tingkat BOR. BOR yang melebihi 70% dapat menimbulkan kongesti/bottleneck, karena dermaga penuh

Jika sudah tinggi apa yang harus di lakukan?
Meningkatkan optimalisasi dan efisiensi penggunaan lapangan penumpukan agar tidak terjadi kekosongan yang menjadikan tidak efisien. Terminal peti kemas sebaiknya melalukan perluasan dermaga agar jika terjadi kepadatan kedatangan kapal tidak terjadi penumpukan kembali dan terminal dapat meningkatkan kinerja operasionalnya

Komentar

Postingan Populer